Ia dikenal sebagai Pahlawan Aceh yang lahir pada tahun 1848 , merupakan anak dari bangsawan Teuku Nanta Setia dan Putri Uleebalang Lampagar .
Cut Nyak Dien adalah seorang gadis yang cantik . Namun pada umur 12 tahun , ia telah dinikahkan oleh orang tuanya dengan Teuku Cak Ibrahim Lamnga pada tahun 1862 . Pernikahan mereka tersebut dikaruniai seorang anak laki-laki .
Pada tanggal 26 Maret 1873 , Belanda melepaskan tembakan meriam ke Aceh dan sekaligus menyatakan perang kepada Aceh . Pada perang tersebut , Aceh dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah , sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Johan Harmen Rudolf Kohler .
Setelah kejadian tersebut , pada tanggal 8 April 1873 , Belanda mendarat di Pantai Ceureumen dan hebatnya Belanda langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan serta merta membakarnya .
Namun , Cut Nyak Dien yang melihat hal tersebut langsung berteriak :
" Lihatlah wahai orang-orang Aceh !! Tempat ibadah kita dirusak !! Mereka telah mencorengkan nama Allah !! Sampai kapan kita begini ?? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda ?? "
Dan seketika itu , rakyat Aceh yang mendengar teriakan Cut Nyak Dien mulai berkobar semangatnya dan pada akhirnya Aceh dapat memenangkan perang pertama dan menewaskan Kohler pemimpin Belanda .
Pada tanggal 29 Juni 1878 ketika suami Cut Nyak Dien , Ibrahim Lamnga , bertempur di Gle Tarum ia tewas di tangan Belanda . Kejadian itu membuat Cut Nyak Dien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda .
Melihat kesendirian Cut Nyak Dien , salah satu tokoh pejuang Aceh , Teuku Umar , mencoba untuk melamar Dien ( panggilan Cut Nyak dien ) , tetapi pada awalnya di tolak , namun ketika Teuku Umar membolehkan Dien untuk ikut bertempur di medan perang , maka Cut Nyak Dien menerima lamaran itu dan mereka menikah . Pernikahan mereka dikarunian seorang anak yang diberi nama Cut Gamblang .
Teuku Umar
Perang dilanjutkan secara gerilya , sekitar tahun 1875 Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekatkan hubungannya dengan orang Belanda . Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka sehingga mereka memberi Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh .
Teuku Umar dituduh sebagai pengkhianat oleh orang Aceh , sebab Teuku Umar merahasiakan rencanannya untuk menipu Belanda , bahkan Cut Nyak Meutia datang menemui Dien dan memakinya . Lambat laun hubungan Teuku Umar dengan Belanda semakin erat , Namun di balik itu Umar mencoba untuk mempelajari taktik Belanda , sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai . Ketika jumlah orang Aceh dan pasukan mereka cukup , Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh .
Suatu hari , Teuku Umar bersamanya pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan senjata serta amunisi Belanda , lalu mereka tidak pernah kembali . Hal itu membuat belanda sangat marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Teuku Umra dan Cut Nyak Dien . Namun , Dien dn Umar terus menekan Belanda , sehingga Belanda berkali-kali mengganti Jenderal yang bertugas hingga suatu ketika dipilihlah Unit Marechaussee , penyebabnya karena mereka dianggap biadab dan sulit ditaklukkan oleh orang Aceh , tetapi sayangnya itu tidak berlangsung lama
Pada akhirnya Jenderal Belanda yang baru , Joannes Benedictus Van Heutsz menyewa orang Aceh untuk
memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan , sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tgl 11 Februari 1899 . Akhirnya Teuku Umar gugur tertembak peluru , dan ketika Cut Gamblang menangis karena kematian ayahnya , ia ditampar oleh Cut Nyak Dien yang lalu memeluknya dan berkata :
" Sebagai perempuan Aceh , kita tidak boleh menumpahkan air mata kita pada orang yang sudah syahid . "
Setelah itu Cut Nyak Dien memimpin perlawanan di daerah pedalaman Meulaboh bersama dengan pasukan kecilnya . Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 . Di sisi lain Cut Nyak Dien semakin tua , matanya sudah mulai rabun dan ia terkena penyakit encok . Hal ini membuat iba pasukannya yang bernama Pang Laot , sehingga ia melaporkan markasnya kepada Belanda di Beutong Lie Sageu . Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh . Di situ ia dirawat , penyakitnya seperti encok dan rabun mata berangsur membaik .
Ternyata Belanda tidak terima dengan kekalahannya , pada tahun 1874-1880 , di bawah pimpinan Jenderal Van Swieten , daerah Mukim IV (th.1873) dan Keraton Sultan (th.1874) dapat dijatuhkan Belanda dan akhirnya Cut Nyak Dien dan bayinya serta ibu-ibu yang lain mengungsi ke tempat yang lebih aman .
Melihat kesendirian Cut Nyak Dien , salah satu tokoh pejuang Aceh , Teuku Umar , mencoba untuk melamar Dien ( panggilan Cut Nyak dien ) , tetapi pada awalnya di tolak , namun ketika Teuku Umar membolehkan Dien untuk ikut bertempur di medan perang , maka Cut Nyak Dien menerima lamaran itu dan mereka menikah . Pernikahan mereka dikarunian seorang anak yang diberi nama Cut Gamblang .
Teuku Umar
Perang dilanjutkan secara gerilya , sekitar tahun 1875 Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekatkan hubungannya dengan orang Belanda . Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka sehingga mereka memberi Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh .
Teuku Umar dituduh sebagai pengkhianat oleh orang Aceh , sebab Teuku Umar merahasiakan rencanannya untuk menipu Belanda , bahkan Cut Nyak Meutia datang menemui Dien dan memakinya . Lambat laun hubungan Teuku Umar dengan Belanda semakin erat , Namun di balik itu Umar mencoba untuk mempelajari taktik Belanda , sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai . Ketika jumlah orang Aceh dan pasukan mereka cukup , Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh .
Suatu hari , Teuku Umar bersamanya pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan senjata serta amunisi Belanda , lalu mereka tidak pernah kembali . Hal itu membuat belanda sangat marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Teuku Umra dan Cut Nyak Dien . Namun , Dien dn Umar terus menekan Belanda , sehingga Belanda berkali-kali mengganti Jenderal yang bertugas hingga suatu ketika dipilihlah Unit Marechaussee , penyebabnya karena mereka dianggap biadab dan sulit ditaklukkan oleh orang Aceh , tetapi sayangnya itu tidak berlangsung lama
Pada akhirnya Jenderal Belanda yang baru , Joannes Benedictus Van Heutsz menyewa orang Aceh untuk
memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan , sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tgl 11 Februari 1899 . Akhirnya Teuku Umar gugur tertembak peluru , dan ketika Cut Gamblang menangis karena kematian ayahnya , ia ditampar oleh Cut Nyak Dien yang lalu memeluknya dan berkata :
" Sebagai perempuan Aceh , kita tidak boleh menumpahkan air mata kita pada orang yang sudah syahid . "
Setelah itu Cut Nyak Dien memimpin perlawanan di daerah pedalaman Meulaboh bersama dengan pasukan kecilnya . Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 . Di sisi lain Cut Nyak Dien semakin tua , matanya sudah mulai rabun dan ia terkena penyakit encok . Hal ini membuat iba pasukannya yang bernama Pang Laot , sehingga ia melaporkan markasnya kepada Belanda di Beutong Lie Sageu . Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh . Di situ ia dirawat , penyakitnya seperti encok dan rabun mata berangsur membaik .
Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
Ia dibawa ke Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lain dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja. Selain itu, tahanan laki-laki juga menyatakan perhatian mereka pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan.Ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien merupakan ahli dalam agama Islam, sehingga ia dijuluki sebagai "Ibu Perbu".
Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. "Ibu Perbu" diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964 .